JAKARTA -
Pemilihan kepala daerah (pilkada) di101 daerah yang digelar serentak, Rabu
(15/2/2017), ternyata masih belum luput dari aksi-aksi kecurangan. Bahkan,
dalam pilkada serentak tersebut terdapat modus baru melakukan kecurangan.
Modus baru kecurangan itu ialah menahan penyebaran formulir
C6 atau surat undangan mencoblos yang dilakukan oknum penyelenggara pilkada.
“Modus menahan formulir C6 itu dilakukan penyelenggara. Itu
seperti yang kami temukan di Tapanuli Tengah. Formulir C6 di sana mencapai 34 ribu,
tapi sempat ditahan tak disebarkan oleh penyelenggara,” ungkap politikus Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Trimedya Panjaitan, dalam diskusi “Sinema
Politik Pilkada DKI” di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2017).
Wakil Ketua Komisi III DPR ini juga mengungkapkan pengalaman
pribadinya terkait penahanan formulir C6 dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Saya sendiri di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, kalau
mau dapat formulir C6 harus datang sendiri ke rumah RT. Formulir itu kan
seharusnya dibagi-bagikan oleh RT. Aneh
kan, padahal Pak RT dan Pak RW kalau giliran ada proposal, paling cepat datang
ke saya,” sindirnya.
Selain menahan formulir C6, Trimedya juga mengungkapkan
modus baru penyelenggara pemilu membagikan form tersebut sembari mengarahkan
calon pemilih.
"Ketika memberikan formulir C6 dibarengi dengan segala
macam janji, uang, barang, atau lainnya, maka dapat dipastikan seseorang akan
memilih calon tertentu," tukasnya.
Trimedya menuturkan, rincian modus baru kecurangan pilkada
terkait formulir C6 tersebut akan dipubikasikan secara resmi oleh PDIP, Senin
(20/2) pekan depan. (suara.com)
loading...