JAKARTA -
Pro-kontra soal reklamasi Teluk Jakarta kembali menjadi perbincangan hangat
saat diangkat kembali dalam debat kedua antarkandidat Pilkada DKI 2017, yang
digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI, di Hotel Bidakara, Pancoran,
Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).
Dibahasnya reklamasi dimulai dari pertanyaan yang
dilontarkan oleh calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat kepada
pasangan calon nomor urut tiga, Anies Baswedan - Sandiaga Uno.
Menanggapi tanya-jawab para kandidat tersebut, Kepala Bidang
Advokat DPP Gerindra Habiburokhman menilai, jagoannya Anies-Sandi mampu
membabat habis pertanyaan Djarot.
"Trims Mr Jrot sdh ngasih umpan pertanyaan soal
reklamasi, dilahap tuntas sama abang2 gua Anies Sandi," begitu yang
ditulis Habiburokhman lewat akun Twitter pribadinya, Jumat (27/1/2017).
Jawaban Anies-Sandi yang menginginkan dihentikannya
reklamasi karena berdampak pada ribuan nelayan yang menggantungkan hidup di
Teluk Jakarta, juga didukung penuh oleh Habiburokhman. Bahkan Ia rela pasang
badan jika reklamasi dihentikan dan dikemudian hari ada yang menggugat.
"Reklamasi hentikan aja, kalau ada yang gugat biar Oom
Ganteng yang hadepin," tegasnya.
Sebelumnya dalam debat tersebut, Djarot menanyakan sikap
Anies-Sandi terkait reklamasi Teluk Jakarta. Pertanyaan itu diungkapkan pada
segmen keempat debat.
"Pak Anies, saya kemarin mendengar ada inkonsistensi
terkait kebijakan program reklamasi. Di satu sisi, Pak Anies menyampaikan
reklamasi nanti akan dikaji, di satu sisi nanti akan dihentikan. Tolong
jelaskan ke kami kalau kebijakan bagaimana untuk mengkaji dan bagaimana untuk
menghentikan," ujar Djarot.
Pertanyaan Djarot dijawab Sandi. Menurutnya, reklamasi yang
dijalankan Ahok-Djarot tidak terbuka dan tidak berkeadilan, bahkan jauh dari
komitmen transparansi.
"Di mana nelayan tidak pernah dipikirkan dampaknya.
Sudah ada bukti di pengadilan dan sudah divonis. Bagi kami, ini adalah harga
mati bahwa kami harus hadirkan kembali keadilan di Jakarta," paparnya.
Sementara itu Anies menekankan tujuan reklamasi dengan
mempertanyakan reklamasi untuk siapa. Jika untuk kepentingan publik, maka tidak
ada masalah. Namun, ketika reklamasi lebih condong pada kepentingan pihak
pengembang atau kegiatan komersial, maka itu jadi pertanyaan besar.
"Ada belasan hingga 20.000 nelayan di pesisir Utara
Jakarta yang kini hidupnya berubah karena reklamasi. Kami akan melakukan semua
agar warga Jakarta terlindungi," ungkap Anies.
Jawaban Anies-Sandi, ditanggapi oleh Ahok. Menurutnya,
reklamasi yang dia lakukan adalah meneruskan dari masa kepemimpinan Presiden
Soeharto pada 1990.
"Ketika kami lihat izin (reklamasi) tidak bisa
dibatalkan, kami berpikir bagaimana mendapatkan kontribusi tambahan untuk
membantu membangun nelayan," ucap Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur itu menjelaskan, setiap pulau
yang direklamasi, 100 persen sertifikatnya atas nama Pemda DKI Jakarta. Bagian
dari pulau yang bisa dijual kepada pengembang adalah lima persen.
Juga ada 15 persen dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) setiap
tahun yang menjadi pendapatan bagi Pemda DKI. Ahok menghitung, pendapatan dari
reklamasi selama sepuluh tahun jika ada pengembang yang membangun di sana, bisa
mencapai Rp128 triliun. Pendapatan itu dalam bentuk kontribusi pihak pengembang
yang telah diatur sebelumnya.
"Artinya, tanggul kita selesai, rumah susun kita
selesai, tempat penampungan ikan nelayan selesai, dan termasuk semua rumah
susun kita selesai. Ini yang kami namakan bagaimana mengadministrasi keadilan
sosial, bukan soal win-win solution. Mau win-win atau apa, yang diutamakan
adalah rakyat. Makanya jangan heran, kami dapat penghargaan Indeks Pembangunan
Manusia tertinggi di Indonesia," ujarnya. NETRALNEWS.COM
loading...